Menurut Bloomberg, mata uang crypto nomor satu ini sekarang menghadapi titik balik. Aset digital utama ini pulih setelah aksi jual belakangan ini dan waktu yang menantang di pasar crypto. Pada hari Rabu, 5 Mei, bitcoin diperdagangkan di atas nilai rata-rata yang tercatat selama 100 hari terakhir. Mengingat faktor-faktor relevan lainnya, para analis di Bloomberg berasumsi bahwa bitcoin mendekati penghalang harga yang menentukan. Menurut prakiraan, jika BTC gagal menembus moving average 50 hari yang sekarang berada di $57.000, BTC akan memasuki fase volatilitas tinggi. Ini mungkin bukan tugas yang mudah bagi bitcoin karena semua upaya sebelumnya untuk menembus level ini gagal. Belakangan ini, aset digital ini sangat tidak stabil. Jadi, BTC mencapai level puncaknya di $64.000 pada pertengahan April, tetapi kemudian jatuh sebanyak lebih dari 15%. Kemudian, BTC sedikit pulih berkat komentar positif dari CFO Tesla yang menekankan pentingnya mata uang crypto bagi perusahaan tersebut. David Tawil, presiden ProChain Capital, menjelaskan bahwa penurunan pesat bitcoin agak tidak terduga, namun rebound selanjutnya berarti prospek besar untuk BTC dan menunjukkan "kekuatan nyata untuk token, yang mempertahankan kekuatan kelas aset ini." Saat ini, bitcoin naik sebanyak 511% dibandingkan tahun sebelumnya meskipun belakangan ini bergejolak. Menurut Quant Insight, sebuah perusahaan riset analitik yang berbasis di London yang mempelajari hubungan antara aset dan faktor makro, inflasi dan kebijakan moneter bank sentral telah menjadi pendorong utama bitcoin. Pendukung Bitcoin mempromosikan pandangan bahwa BTC dapat digunakan sebagai hedge terhadap inflasi dan aset untuk menyimpan kekayaan. Namun, banyak analis meragukan fungsi safe-haven-nya, tetapi sekarang memberikan argumen yang berbobot untuk menentangnya.